Minggu, 07 Juni 2009

DAMPAK DARI PENCEMARAN LINGKUNGAN


Pengetahuan tentang hubungan antara jenis lingkungan sangat penting agar dapat menanggulangi permasalahan lingkungan secara terpada dan tuntas. Dewasa ini lingkungan hidup sedang menjadi perhatian utama masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia umumnya.

Meningkatnya perhatian masyarakat mulai menyadari akibat-akibat yang ditimbulkan dan kerusakan lingkungan hidup. Sebagai contoh apabila ada penumpukan sampah dikota maka permasalahan ini diselesaikan dengan cara mengangkut dan membuangnya ke lembah yang jauh dari pusat kota, maka hal ini tidak memecahkan permasalahan melainkan menimbulkan permasalahan seperti pencemaran air tanah, udara, bertambahnya jumlah lalat, tikus dan bau yang merusak, pemandangan yang tidak mengenakan. Akibatnya menderita interaksi antara lingkungan dan manusia yang akhirnya menderita kesehatan.

Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang wajar dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai akhir hidupnya. Hal ini membutuhkan daya dukung lingkungan untuk kelangsungan hidupnya.

Masalah lingkungan hidup sebenatnya sudah ada sejak dahulu, masalah lingkungan hidup bukanlah masalah yang hanya dimiliki atau dihadapi oleh negara negara maju ataupun negara-negara miskin, tapi masalah lingkungan hidup adalah sudah merupakan masalah dunia dan masalah kita semua.

Keadaan ini ternyata menyebabkan kita betpikir bahwa pengetahuan tentang hubungan antara jenis lingkungan ini sangat penting agar dapat menanggulangi permasalahan lingkungan secara terpadu dan tuntas.

Masalah lingkungan hidup merupakan kenyataan yang harus dihadapi, kegiatan pembangunan terutama di bidang industri yang banyak menimbulkan dampak negatif merugikan masyarakat. Masalah lingkungan hidup adalah merupakan masalah yang komplek dan harus diselesaikan dengan berbagai pendekatan multidisipliner.

Industrialisasi merupakan conditio sine quanon keberhasilan pembangunan untuk memacu laju pertumbuhan ekonomi, akan tetapi industrialisasi juga mengandung resiko lingkungan. Oleh karena itu munculnya aktivitas industri disuatu kawasan mengundang kritik dan sorotan masyarakat. Yang dipermasalahkan adalah dampak negatif limbahnya yang diantisipasikan mengganggu kesehatan lingkungan.

LINGKUNGAN DAN KESEHATAN

Kemampuan manusia untuk mengubah atau memoditifikasi kualitas lingkungannya tergantung sekali pada taraf sosial budayanya. Masyarakat yang masih primitif hanya mampu membuka hutan secukupnya untuk memberi perlindungan pada masyarakat.

Sebaliknya, masyarakat yang sudah maju sosial budayanya dapat mengubah lingkungan hidup sampai taraf yang irreversible. Prilaku masyarakat ini menentukan gaya hidup tersendiri yang akan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan yang diinginkannya mengakibatkan timbulnya penyakit juga sesuai dengan prilakunya tadi.

Dengan demikian eratlah hubungan antara kesehatan dengan sumber daya sosial ekonomi. WHO menyatakan “Kesehatan adalah suatu keadaan sehat yang utuh secara fisik, mental dan sosial serta bukan hanya merupakan bebas dari penyakit”.

Dalam Undang Undang No. 9 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Kesehatan. Dalam Bab 1, Pasal 2 dinyatakan bahwa “Kesehatan adalah meliputi kesehatan badan (somatik), rohani (jiwa) dan sosial dan bukan hanya deadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan”. Definisi ini memberi arti yang sangat luas pada kata kesehatan.

Masyarakat adalah terdiri dari individu-individu manusia yang merupakan makhluk biologis dan makhluk sosial didalam suatu lingkungan hidup (biosfir). Sehingga untuk memahami masyarakat perlu mempelajari kehidupan biologis bentuk interaksi sosial dan lingkungan hidup.

Dengan demikian permasalahan kesehatan masyarakat merupakan hal yang kompleks dan usaha pemecahan masalah kesehatan masyarakat merupakan upaya menghilangkan penyebab-penyebab secara rasional, sistematis dan berkelanjutan.

Pada pelaksanan analisis dampak lingkungan maka kaitan antara lingkungan dengan kesehatan dapat dikaji secara terpadu artinya bagaimana pertimbangan kesehatan masyarakat dapat dipadukan kedalam analisis lingkungan untuk kebijakan dalam pelaksnaan pembangunan yang berwawasan lingkungan. Manusia berinteraksi dengan lingkungan hidupnya lebih baik, walaupun aktivitas manusia membuat rona lingkungan menjadi rusak.

Hal ini tidak dapat disangkal lagi kualitas lingkungan pasti mempengaruhi status kesehatan masyarakat. Dari studi tentang kesehatan lingkungan tersirat informasi bahwa status kesehatan seseorang dipengaruhi oleh faktor hereditas, nutrisi, pelayanan kesehatan, perilaku dan lengkungan.

Menurut paragdima Blum tentang kesehatan dari lima faktor itu lingkungan mempunyai pengaruh dominan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi status kesehatan seseorang itu dapat berasal dari lingkungan pemukiman, lingkungan sosial, linkungan rekreasi, lingkungan kerja.

Keadaan kesehatan lingkungan di Indonesia masih merupakan hal yang perlu mendapaat perhatian, karena menyebabkan status kesehatan masyarakat berubah seperti: Peledakan penduduk, penyediaan air bersih, pengolalaan sampah, pembuangan air limbah penggunaan pestisida, masalah gizi, masalah pemukiman, pelayanan kesehatan, ketersediaan obat, populasi udara, abrasi pantai, penggundulan hutan dan banyak lagi permasalahan yang dapat menimbulkan satu model penyakit.

Jumlah penduduk yang sangat besar 19.000 juta harus benar-benar ditangani. Masalah pemukiman sangat penting diperhatikan.

Pada saat ini pembangunan di sektor perumahan sangat berkembang, karena kebutuhan yang utama bagi masyarakat. Perumahan juga harus memenuhi syarat bagi kesehatan baik ditinjau dari segi bangungan, drainase, pengadaan air bersih, pengolalaan sampah domestik uang dapat menimbulkan penyakit infeksi dan ventilasi untuk pembangunan asap dapur.

Perilaku pola makanan juga mengubah pola penyakit yang timbul dimasyarakat. Gizi masyarakat yang sering menjadi topik pembicaraan kita kekurangan karbohidrat, kekurangan protein, kekurangan vitamin A dan kekurangan Iodium. Di Indonesia sebagian besar penyakit yang didapat berhubungan dengan kekurangan gizi.

Ada yang kekurangan kuantitas makanan saja (Maramus), tapi seringkali juga kualitas kurang (Kwashiorkor). Sebagian besar penyakit yang didapat berhubungan dengan kekurangan gizi terutama terdap[at pada anak-anak.

Industrialisasi pada saat ini akan menimbulkan masalah yang baru, kalau tidak dengan segera ditanggulangi saat ini dengan cepat. Lingkungan industri merupakan salah satu contoh lingkungan kerja. Walaupun seorang karyawan hanya menggunakan sepertiga dari waktu hariannya untuk melakukan pekerjaan di lingkungan industri, tetapi pemaparan dirinya di lingkungan itu memungkinkan timbulnya gangguan kesehatan dengan resiko trauma fisik gangguan kesehatan morbiditas, disabilitas dan mortalitas.

Dari studi yang pernah dilakukan di Amerika Serikat oleh The National Institute of Occupational Safety and Health pada tahun 1997 terungkap bahwa satu dari empat karyawan yang bekerja di lingkungan industri tersedia pada bahan beracun dan kanker. Lebih dari 20.000.000 karyawan yang bekerja di lingkungan industri setiap harinya menggarap bahan-bahan yang diketahui mempunyai resiko untuk menimbulkan kanker, penyakit paru, hipertensi dan gangguan metabolisme lain.

Paling sedikit ada 390.000 kasus gangguan kefaalan yang terinduksi oleh dampak negatif lingkungan industri dan100.000 kematian karena sebab okupasional dilaporkan setiap tahun.

Indonesia saat ini mengalami transisi dapat terlihat dari perombakan struktur ekonomi menuju ekonomi industri, pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi yang meningkatkan jumlahnya, maka berubahlah beberapa indikator kesehatan seperti penurunan angka kematian ibu, meningkatnya angka harapan hidup ( 63 tahun ) dan status gizi.

Jumlah penduduk terus bertambah, cara bercocok tanam tradisional tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Dengan kemampuan daya pikir manusia, maka manusia mulai menemukan mesin-mesin yang dapat bekerja lebih cepat dan efisien si dari tenaga manusia. Peristiwa ini mulai dikenal dengan penemuan mesin uap oleh James Waat. Fase industri ini menimbulkan dampak yang sangat menyolok selain kemakmuran yang diperoleh juga exploitasi tenaga kerja, kecelakaan kerja, pencemaran lenigkungan, penyakit, wabah.

Pencemaran udara yang disebabkan industri dapat menimbulkan asphyxia dimana darah kekurangan oksigen dan tidak mampu melepas CO2disebabkan gas beracun besar konsentrasinya dedalam atmosfirseperti CO2, H2S, CO, NH3, dan CH4. Kekurangan ini bersifat akurat dan keracunan bersifat sistemik penyebab adalah timah hitam, Cadmium,Flour dan insektisida .

Pengaruh air terhadap kesehatan dapat menyebabkan penyakit menular dan tidak menular. Perkembangan epidemiologi menggambarkan secara spesifik peran lingkungan dalam terjadinya penyakit dan wabah. Lingkungan berpengaruh pada terjadinya penyakit penyakit umpama penyakit malaria karena udara jelek dan tinggal disekitar rawa-rawa. Orang beranggapan bahwa penyakit malaria terjadi karena tinggal pada rawa-rawa padahal nyamuk yang bersarang di rawa menyebabkan penyakit malaria. Dipandang dari segi lingkungan kesehatan, penyakit terjadi karena interaksi antara manusia dan lingkungan.

Bahaya Pola Pikir Negatif


GelisahNegative thinking adalah pola atau cara berpikir yang lebih condong pada sisi-sisi negatif dibanding sisi positifnya. Pola pikir ini bisa tampak dari keyakinan atau pandangan yang terucap, cara seseorang bersikap, dan perilaku sehari-hari. Karena sisi negatif lebih dominan, tak mengherankan jika cara pikir ini dipenuhi oleh sikap apriori, prasangka, ketidakpercayaan, kecurigaan, dan kesangsian, yang seringkali tanpa dasar atau tanpa nalar sama sekali.

Pola pikir negatif juga tampak dari cara seseorang memandang atau merespon persoalan, yang seringkali mengabaikan rasionalitas, logika, fakta, atau informasi yang relevan. Sungguh pun begitu, rasionalitas juga bisa terjerumus dalam kerangka berpikir negatif. Artinya, seseorang secara sadar bisa memanfaatkan rasionalitas, logika, dan kecakapan berpikirnya untuk memandang suatu persoalan secara negatif. Hal semacam ini bisa didapati dalam kritik-kritik yang sifatnya bertujuan untuk menjatuhkan lawan atau mempermalukan sasaran tembak tertentu.

Apa penyebab pola pikir semacam ini? Negative thinking disebabkan oleh konstruksi persepsi kita berdasarkan atas sistem keyakinan, cara pandang (paradigma), atau cara kita memahami suatu persoalan. Karena pola pikir ini sifatnya paradigmatis, maka setiap data, fakta, atau informasi akan kita persepsi sesuai dengan paradigma yang kita anut. Jika paradigmanya bersifat konflik, maka yang muncul adalah persepsi-persepsi konfliktual, baik ofensif maupun defensif. Sementara jika paradigmanya adalah harmoni, maka persepsi-persepsi yang dominan pun sifatnya lebih harmonis, menyatukan, mensintesis, dan antikonflik.

Dalam diri semua orang, terkandung sesuatu yang oleh ahli psikologi disebut self defense mechanism, yaitu suatu kecenderungan untuk mempertahankan diri dari apa yang kita persepsikan sebagai sesuatu yang menyerang atau berpotensi menghalangi tercapainya keinginan kita. Salah satu pilihan mempertahankan diri itu adalah dengan bersikap ofensif atau menyerang balik si pengancam. Tendensi tersebut mudah ditemui dalam pergaulan umumnya. Dampak buruk dari mudahnya kita berpikir negatif adalah sulitnya kita menerima pendapat orang lain, sulit menerima hal baru, sulit bersosialisasi, dan sering muncul sebagai pribadi yang kurang menarik untuk diajak kerjasama.

Internal
Pola berpikir negatif, tidak semata-mata tertuju pada dunia luar. Negatifisme juga bekerja secara internal atau menyerang diri kita sendiri. Ini bisa tampak dari keyakinan, persepsi diri, atau cara pandang kita terhadap diri sendiri sehingga memunculkan citra diri negatif. Contoh; memandang diri sendiri sebagai tidak berbakat, memiliki banyak kelemahan, terbelakang secara mental, atau bernasib kurang beruntung.

Citra diri negatif bukanlah sebentuk persepsi diri yang terbentuk dalam sekejap. Persepsi ini muncul dan tertanam sedikit demi sedikit, terakumulasi berdasarkan jenis-jenis peristiwa atau pengalaman hidup yang kita alami. Misalnya, dalam sebuah kesempatan kita mengalami perlakuan yang kurang sopan dari seseorang. Pada kesempatan lain, kembali kita diperlakukan secara buruk oleh pihak lain. Lalu dalam jangka waktu yang agak lama berselang, ternyata kita kembali mendapat perlakuan tidak seperti yang kita harapkan. Maka, kemudian muncul pertanyaan dalam diri kita, “Apakah saya memang pantas mendapat perlakuan seperti ini?” Lalu, sedikit demi sedikit muncul persepsi bahwa hidup kita memang kurang beruntung. Persepsi sekilas itu bisa menjadi permanen jika frekuensi terjadinya peristiwa-peristiwa yang mendasarinya itu sering berulang.

Citra diri negatif ini dampaknya bisa jauh lebih buruk dibanding negatifisme yang berorientasi ke dunia luar. Citra diri negatif menjadi sumber dari sikap-sikap, perilaku, dan kebiasaan-kebiasaan negatif lainnya, yang pada akhirnya membuat kita menjadi pribadi yang sangat tidak efektif dan sulit berkembang ke arah yang lebih baik.

Ambil contoh persepsi diri tidak memiliki bakat. Persepsi ini bisa berbuntut pada kecenderungan kita untuk tidak mau menggali bakat-bakat terpendam kita. Bahkan kita cenderung mengingkari keberadaan bakat-bakat terpendam tadi, dan akhirnya membuat kita malas mengasah bakat atau enggan meningkatkan ketrampilan kita. Dari anggapan yang keliru inilah proses pengembangan diri kita terhambat. Kita bisa jauh lebih sulit berkembang jika persepsi ini mengkristal menjadi sebuah keyakinan yang mempengaruhi cara pandang kita terhadap diri sendiri.

Hal yang sama terjadi jika citra diri kita negatif gara-gara persepsi bahwa diri kita dipenuhi oleh banyak kelemahan. Sebut misalnya, merasa diri cacat, tidak cantik atau tidak tampan, kepribadian kurang menarik, IQ rendah, tidak mahir berkomunikasi, mudah emosi, mudah menyerah, tulalit, dan segala macam kekurangan diri lainnya. Dampak dari persepsi diri negatif tersebut adalah perasaan rendah diri yang begitu mendalam sehingga membatasi langkah kita serta makin mempersulit efektifitas hidup kita. Jika citra diri negatif ini kita biarkan berkembang biak dan membelenggu cara berpikir kita, maka kehidupan pribadi dan sosial kita bisa benar-benar hancur.

Citra diri negatif tidak terbentuk secara otomatis atau sama sekali di luar kontrol kita. Citra diri dihasilkan oleh persepsi, dan persepsi merupakan pekerjaan pikiran. Maka sepanjang itu merupakan aktivitas atau proses pikiran yang kita sadari, sesungguhnya kita memiliki kendali sepenuhnya atas mekanisme atau cara bekerjanya. Dengan kata lain, pikiran kita jika kita menginginkannya berhak dan bisa diarahkan ke persepsi yang lebih positif. Kita bisa membentuk suatu kebiasaan tertentu kebiasaan berpikir, memandang masalah, merespon persoalan, atau bersikap yang outputnya semata-mata positif sifatnya. Dengan demikian, memperbaiki cara berpikir dan paradigma kita menjadi langkah pertama untuk menghilangkan negative thinking.